Perhimpunan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Indonesia mengkhawatirkan sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) karena dapat mengancam keberadaan koperasi di Indonesia.
Menurut Ketua Perhimpunan BMT Indonesia (PBMTI), Mursida Rambe, beberapa pasal dalam RUU P2SK dapat mengubah peran Kementerian Koperasi dan mengancam keberadaan koperasi di Indonesia. Hal ini disampaikan dalam acara Silaturahmi Nasional PBMTI 2022 yang berlangsung di Cirebon, Jawa Barat.
Menurut Mursida, ada dua pasal yang dapat membahayakan eksistensi koperasi. Ini meliputi Pasal 191 dan Pasal 192.
Dalam upaya untuk memperjuangkan hak-hak koperasi di Indonesia, penting bagi para pemegang saham untuk bersuara. Kita harus menentang pengesahan kedua pasal tersebut yang merugikan koperasi.
Mursida tidak sependapat dengan argumen yang diberikan dalam naskah akademik untuk mendukung kedua pasal tersebut. Menurutnya, menyimpulkan bahwa semua koperasi gagal berdasarkan hanya satu atau dua contoh adalah tidak tepat.
“Itulah alasannya mengapa pengawas koperasi harus selalu mengikuti aturan yang ditetapkan. Kami, sebagai anggota, telah menerima manfaat dari koperasi ini selama lebih dari 25 tahun, dan jumlah anggota kami mencapai lebih dari 3 juta orang.”
Sebagai solusi untuk masalah ini, Mursida menyarankan pemerintah untuk memperkuat fungsi dan alat pengawasan di Kementerian Koperasi, bukan menyerahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan mempertahankan kontrol di tangan pemerintah, diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjaga kesehatan industri koperasi secara lebih efektif.
Situasi seperti ini dapat membahayakan eksistensi koperasi di Indonesia. Koperasi seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi bangsa ini, seperti yang diinginkan oleh para pendiri negara.